SIKAP bersahabat dengan anak mempunyai peranan besar dalam mempengaruhi jiwanya. Perilaku seseorang akan menjadi cermin bagi sahabatnya.
Rasulullah saw. biasa menemani anak-anak dalam banyak kesempatan. Suatu saat beliau menemani Ibnu 'Abbas dan berjalan berdua. Di lain kesempatan beliau menemani anak-anak saudara sepupunya, Ja'far. Kadang-kadang ia menemani Anas. Begitulah Rasulullah saw. bersahabat dengan anak-anak tanpa ada rasa kikuk lebih-lebih angkuh. Adalah merupakan hak anak untuk dapat menyertai orang-orang dewasa agar mereka bisa belajar dari orang dewasa itu hingga jiwanya terdidik dan kebiasaannya menjadi baik.
Dalam sebuah hadits, Anas Bin Malik menjelaskan bahwa Jibril pernah datang kepada Rasulullah saw. sedangkan beliau tengah bermain bersama anak-anak. Lalu Jibril membawa beliau, membaringkan, dan membelah dadanya.
Jadi, orang tua harus menyediakan waktu untuk menemani anak-anaknya. Anak-anak juga perlu dicarikan teman sebaya. Jika orang tua pandai memilihkan teman yang saleh untuk anak-anaknya dan mengawasi perilaku mereka serta membimbingnya, maka hal itu akan mendatangkan kebaikan bagi dirinya.
Faktor keteladanan juga mempunyai pengaruh besar terhadap jiwa anak. Sebab biasanya anak akan meniru kedua orang tuanya. Bahkan kedua orang tuanya akan mencetak perilaku paling kuat. "Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nasrani," demikian kata Rasulullah saw. Keteladanan adalah sarana paling efektif untuk menuju keberhasilan pendidikan.
Anak-anak akan meniru perilaku orang dewasa yang mereka amati. Jika mereka mendapatkan kedua orang tuanya jujur, maka mereka akan tumbuh menjadi orang jujur. Demikian pula dalam hal lainnya. Anak-anak melihat orang dewasa di sekitarnya sebagai sosok ideal. Jadi, ayah dan ibu di rumah atau guru di sekolah, dengan segala perilakunya akan menjadi contoh yang akan ia tiru. Di sinilah arti penting larangan menampakkan sikap kontradikitif di depan anak-anak. Tidak boleh sama sekali, misalnya, mengatakan kepada anak-anak bahwa dusta itu salah dan haram sementara kita berdusta di hadapannya. Atau bahwa kita tidak boleh kotor tapi kemudian mereka melihat kita makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Inilah si kecil Ibnu 'Abbas -semoga Allah meridhainya- ketika ia melihat orang yang melakukan shalat malam ia segera melakukannya dan bergabung dengan Rasulullah saw. Ia menceritakan,
"Aku menginap di rumah bibiku, Maimunah, pada suatu malam. Maka nabi saw. berdiri (untuk shalat malam). Beliau berwudhu dari ember yang tergantung dengan (cara) wudhu yang ringan. Kemudian berdiri shalat, dan aku pun bangun untuk wudhu seperti wudhu beliau kemudian aku kembali (dari berwudhu) dan berdiri di samping kiri Rasulullah saw. Maka beliau memindahkanku ke sebelah kanannya kemudian ia shalat..." (Riwayat Bukhari)
Jadi keteladanan merupakan faktor penting dalam membentuk kesalehan atau kenakalan anak. Jika pendidik jujur, amanah, berakhlak baik, pemurah, pemberani, dan menjaga kesucian diri, maka si anak akan tumbuh menjadi orang yang jujur, amanah, berakhlak mulia, pemurah, pemberani, dan menjaga kesucian diri. Dan jika pendidik berdusta, khianat, kikir, pengecut, maka si anak pun akan tumbuh dengan dusta, khianat, penakut, dan kikir.
Anak, betapapun berpotensi besar untuk menerima kebaikan dan betapapun fitrahnya lurus dan suci, namun dia tidak akan merespon prinsip-prinsip kebaikan dan dasar-dasar pendidikan yang baik selama ia tidak melihat pendidiknya berakhlak mulia dan menjadi sosok ideal. Adalah mudah bagi pendidik mengarang buku atau mendiktekan metoda pendidikan. Akan tetapi amatlah sulit bagi sang anak untuk menerima manhaj (sistem) pendidikan mana pun jika ia melihat orang yang menjadi pembimbingnya tidak mempraktikkan apa yang diajarakan oleh metodologi itu.
Untuk itu, saya ingin mengingatkan kita semua agar tidak terjadi kontradiksi antara ucapan dengan perbuatan kita. Jika kita cermati al-Quran, kita akan temukan bahwa al-Quran menolak keras perilaku orang-orang yang perbuatannya berlainan dengan ucapannya termasuk di dalamnya adalah para bapak, para ibu, semua pendidik, dan semua orang yang mengemban amanah pendidikan. Firman Allah swt.:
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan. Sungguh amat besar dosa di sisi Allah jika kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. " (Ash-Shaf 2-3)
Seorang penyair melukiskan kepedihan hatinya melihat guru dan pendidik yang perbuatannya menyalahi kata-katanya:
" Wahai engkau yang mengajari orang lain
Tidakkah pelajaran itu juga berlaku untukmu
Engkau memberikan obat kepada orang sakit
Agar ia sembuh padahal dirimu juga sakit
Kami lihat engkau meluruskan akal kami dengan petunjuk
Padahal engkau sendiri mandul petunjuk
Mulailah dengan dirimu dan cegahlah dari senyimpangan
Jika itu kau lakukan maka engkau orang yang bijak
Kala itulah nasihatmu akan diterima
Ilmumu akan diikuti dan pengajaranmu berguna."
sumber : buku 25 kiat mempengaruhi akal dan jiwa anak
Cara Cepat Temukan File Besar di Windows Tanpa Ribet !
2 minggu yang lalu
0 comments:
Posting Komentar